bahwa rasio ramin terhadap diameter Ulin adalah 1:6b.ria mengatakan bahwa selisih tinggi damar dan gaharu adalah 25.apakah benar.jelaskanc TabelPohon-Pohon Bernilai Ekonomis di Indonesia Buku Pe Tingkat Kepunahan Tinggi Diameter Nama Pohon dan Asal (meter) (cm) Damar (Maluku) Ulin/Kayu Besi (Kalimantan) Kayu Hitam Sulawesi (Sulawesi) Gaharu (Kalimantan) Rentan 65 150 Rentan 50 120 Rentan 40 100 Rentan 40 60 Ramin (Kalimantan) Rentan 40 20 Sumber tabel di atas untuk menjawab pertanyaan berikut. a. Anton bahwa rasio diameter ramin terhadap diameter Ulin 1:6B ria mengatakan bahwa selisih tinggi damar dan gaharu adalah 25 c.leni mengatakan ba Fast Money. Daftar Tabel Pohon Pohon Bernilai Ekonomis Di Indonesia Lengkap. Tumbuh tanaman yang mahal di dunia ini sangat banyak ditemukan. Pohon ini merupakan keluarga meliaceae yang meliputi 50 genera dan 550 jenis spesies tanaman kayu keras dan besar. Bisnis penjualan bibit pohon dan tanaman from Beberapa diantaranya memiliki nilai yang sangat tinggi dan menjadi komoditi niaga sejak zaman kuno. Pohon kamper adalah jenis tumbuhan berkayu besar penghasil minyak dan kristal yang digunakan sebagai aromaterapi, pengharum, antibiotik, hingga pengobatan topikal untuk. Anton mengatakan bahwa rasio diameter ramin terhadap. Namun Dari Sekian Banyaknya Tumbuhan Yang Ada, Siapakah Yang Paling Bernilai Jual Tinggi? Anton mengatakan bahwa rasio diameter ramin terhadap. Berdasarkan tabel diatas diameter pohon ramin. jenis pohon yang bernilai ekonomi tinggi 1. Tanaman Rami Tanaman Rami Linum Usitatissimum Merupakan. Pohon sengon salah satu tanaman kehutanan yang berperan penting dalam sektor industri dan kegiatan ekspor adalah. Bahkan, di abad 17 hingga 18, harga cengkeh indonesia sanggup menyamai harga emas. Leni mengatakan bahwa keliling ulin sekitar tiga. 6 Jenis Tanaman Bernilai Ekonomis Tinggi & Memiliki Prospek Manjanjikan 1. Maluku adalah tempat asal pohon cengkeh, sekaligus menjadi wilayah penghasil cengkih. mengatakan bahwa rasio ramin terhadap diameter ulin adalah 1 mengatakan bahwa selisih tinggi damar dan gaharu adalah Bawang merah & bawang putih 4. Batangnya Berbentuk Silindris Dan Lurus Dengan Diameter. Tabel pohon pohon bernilai ekonomis di indonesia tolong berikan gurindam 12 bait setiap bait harus berkaitan. Jawaban dari pertanyaan pr tolong berikan gurindam 12 bait. Menanam pohon bernilai ekonomi tinggi laporan praktikum ekonomi sumberdaya hutan medan, maret 20 21. Sentra Pala Di Indonesia Antara Lain Berada Di Kepulauan Maluku, Sulawesi Utara Dan Aceh. Satu diantaranya bahkan dijadikan perumpaan dalam kitab suci umat. Sayuran & buah organik 2. Pohon sengon merupakan pohon peneduh dan penghasil kayu yang tersebar secara alami di berbagai negara di asia, seperti india, china selatan, asia tenggara,. Halo, Valey V. Jawabannya salah. Keliling Ulin adalah empat perlima kali keliling Damar. Pembahasan Untuk menghitung keliling batang pohon, kita asumsikan dengan menggunakan keliling lingkaran. Rumus keliling lingkaran = 2Ï€r = Ï€d Keterangan Ï€ = 22/7 = 3,14 r = jari-jari lingkaran d = diameter lingkaran Keliling Ulin = Ï€d = 3,14 * 120 cm = 376,8 cm Keliling Damar = Ï€d = 3,14 * 150 cm = 471 cm Keliling Ulin Keliling Damar = 376,8 cm 471 cm = 4 5 Oleh karena itu, keliling Ulin bukan tiga perempat kali keliling Damar, melainkan empat perlima kali keliling Damar. Sumberdaya alam berupa hutan, tanah, dan air merupakan kekayaan alam yang harus tetap dijaga kelestariannya. Dalam Undang-Undang tentang Kehutanan, telah diamanatkan bahwa penyelenggaraan kegiatan kehutanan bertujuan untuk kemakmuran rakyat secara adil dan berkelanjutan melalui peningkatan daya dukung daerah aliran sungai DAS. DAS yang merupakan wilayah daratan dengan sungai dan anak-anak sungainya, berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air hujan ke danau atau ke laut secara alami, dengan batas pemisah di darat berupa topografis dan batas di laut sampai pada daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Peningkatan daya dukung dalam suatu pengelolaan DAS telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 2012 tentang Pengelolaan DAS. Dalam perundangan tersebut, pengelolaan DAS dimaksudkan sebagai upaya manusia dalam mengatur hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya, agar terwujud kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatnya kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan. Dalam pengertian tersebut terdapat tiga unsur utama dalam pengelolaan DAS. Unsur pertama meliputi manusia yg menempati suatu DAS dan sumberdaya alam yang ada di dalamnya seperti air, tanah, mineral, topografi, iklim, flora,fauna, hutan, dan lainnya. Unsur kedua berupa adanya hubungan timbal balik yaitu manusia sebagai pengelola DAS yang melakukan pengaturan hubungan antar komponen dalam pemanfaatannya, dan sumberdaya alam itu sendiri sebagai penyedia barang dan jasa ekosistem. Adanya gangguan atau ketidakseimbangan dalam hubungan timbal balik tersebut, senantiasa mengarah kepada ketidakstabilan ekosistem. Unsur utama yang ketiga adalah adanya unsur tujuan pengaturan yaitu untuk memberikan kemanfaatan optimal secara berkelanjutan. Dalam pengelolaannya, DAS harus dipandang sebagai satu kesatuan mulai dari daerah hulu hingga hilir karena terdapat interdependensi. Secara umum, bagian hulu DAS merupakan daerah recharge dan menjadi sumber air bagi daerah di bawahnya, sehingga perhatian yang cukup terhadap wilayah ini sangat diperlukan. Sebagai suatu kawasan penyangga, sudah sewajarnya hulu DAS didominasi oleh penutupan vegetasi hutan, dan bila terjadi degradasi pada kawasan ini fungsi hidrologis DAS juga dapat dipastikan akan mengalami ketidakseimbangan. Penyelenggaraan kegiatan kehutanan dilaksanakan untuk menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional serta berperan dalam meningkatkan daya dukung DAS. Selain itu, keberadaan hutan juga didorong agar bermanfaat dari aspek lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi secara berkeseimbangan dan lestari dengan mengoptimalkan multi fungsi dari hutan yang meliputi fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi. Pengelolaan DAS sebagai bagian integral dari pencapaian tujuan pembangunan nasional, saat ini masih menghadapi berbagai masalah yang kompleks, antara lain terkait tingginya pertumbuhan jumlah penduduk, konversi tutupan hutan, ketidaksesuaian penggunaan lahan dengan tata ruang, dan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kaidah konservasi tanah dan air. Kondisi ini berdampak pada ketidakseimbangan dan kerusakan ekosistem dalam tatanan DAS serta terganggunya kehidupan masyarakat di dalam DAS terutama di bagian hilir, yang ditandai dengan tinggiya erosi, sedimentasi, dan pendangkalan danau/waduk, makin seringnya terjadi bencana banjir, kekeringan, dan longsor, serta tingginya tingkat pencemaran air sungai yang pada akhirnya berdampak negatif terhadap kesejahteraan masyarakat. Pengelolaan DAS yang mengesampingkan prinsip konservasi tanah dan air telah mengakibatkan makin meluasnya lahan kritis. Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, luas lahan kritis di Indonesia hingga tahun 2018 telah mencapai sekitar 14 juta hektar. Dengan masih begitu luasnya lahan kritis di Indonesia, maka lahan-lahan kritis tersebut harus dikembalikan kondisinya sehingga dapat berfungsi, baik sebagai fungsi produksi maupun ekologi melalui upaya rehabilitasi. Pemerintah sejak beberapa dekade telah berupaya mencegah dan mengatasi faktor-faktor penyebab terjadinya lahan ktiris. Telah banyak upaya rehabilitasi hutan dan lahan yang dicanangkan guna pemulihan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan agar daya dukung, produktivitas serta peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. Upaya rehabilitasi hutan dan lahan pada DAS-DAS yang masuk dalam kategori perlu dipulihkan, dilakukan secara vegetatif maupun melalui penerapan teknik sipil guna meningkatkan daya resap air, menurunkan limpasan air permukaan, serta meningkatkan produktifitas lahan. Kegiatan rehabilitasi ini menjadi tanggung jawab semua pihak dengan mendayagunakan segenap potensi dan kemampuan Pemerintah, badan usaha, dan masyarakat secara terkoordinasi dengan pendekatan komprehensif melalui pemberdayaan partisipatif masyarakat. Selain dukungan masyarakat, keberhasilan rehabilitasi hutan dan lahan dapat terwujud dengan memperhatikan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi IPTEK berupa pemahaman terhadap proses biogeokimia dan fisiologi tumbuhan. Proses tersebut melibatkan aktifitas mikroba tanah, unsur hara dan bahan organik tanah, serta dipengaruhi aspek iklim. Teknologi yang dipilih dalam rehabilitasi lahan adalah yang tepat guna dengan memperhatikan kemudahan dalam penerapannya, pertimbangan ekonomi, dan keefektifannya dalam merehabilitasi lahan kritis. Berdasarkan hal tersebut, buku bunga rampai ini menyajikan dukungan rehabilitasi hutan dan lahan dalam pemulihan fungsi DAS melalui aplikasi teknik-teknik konservasi tanah dan air sesuai dengan kondisi lahannya. Diawali dengan penjabaran pentingnya pemulihan DAS guna menjamin kualitas kehidupan BAB II, dilanjutkan dengan uraian teknologi yang mendukung kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan BAB III. Pada bagian selanjutnya akan diuraikan faktor-faktor penting dalam pemulihan fungsi DAS meliputi aspek pemilihan jenis pohon BAB IV, penerapan konservasi tanah dan air BAB V, dan manajemen bahan organik tanah BAB VI. Beberapa teknologi rehabilitasi hutan dan lahan tersebut telah diterapkan dalam upaya reklamasi lahan bekas tambang seperti diuraikan dalam BAB VII. Keberhasilan upaya rehabilitasi hutan dan lahan merupakan salah satu capaian dalam mewujudkan kondisi dan komposisi tutupan lahan yang optimal dalam suatu DAS seperti diuraikan dalam BAB VIII. Tiap pola penggunaan lahan akan memberi dampak yang berbeda terhadap kondisi lingkungan, seperti diuraikan dalam BAB IX yang mengambil contoh kasus kondisi tutupan lahan pada daerah tangkapan air Danau Toba. Pada kasus ini, sasaran rehabilitasi hutan dan lahan diharapkan dapat mencappai komposisi tutupan lahan yang optimal sehingga dapat memberikan kontribusi terbaik dalam mendukung keberlanjutan sumberdaya lahan dan air. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Dukungan IPTEK Rehabilitasi Hutan dan Lahan dalam Pemulihan Fungsi Daerah Aliran Sungai IPB PressJalan Taman Kencana, No. 3Kota Bogor - IndonesiaDukungan IPTEK Rehabilitasi Hutandan Lahan dalam Pemulihan Fungsi Daerah Aliran Sungai IPB PressJalan Taman Kencana, No. 3Kota Bogor - IndonesiaDukungan IPTEK Rehabilitasi Hutan dan Lahan dalam Pemulihan Fungsi Daerah Aliran SungaiEditorPratiwiBudi Hadi NarendraAhmad Gadang Pamungkas Judul BukuBunga Rampai Dukungan IPTEK Rehabilitasi Hutan dan Lahan dalam Pemulihan Fungsi Daerah Aliran SungaiEditorPratiwiBudi Hadi NarendraAhmad Gadang PamungkasReviewerProf. Dr. Ir. Budi Mulyanto, SampulAlfyandiPenata IsiMuammar AlwedyJumlah Halaman 168 + 14 halaman romawiEdisi/CetakanCetakan Pertama, Agustus 2020PT Penerbit IPB PressAnggota IKAPIJalan Taman Kencana No. 3, Bogor 16128Telp. 0251 - 8355 158 E-mail 978-623-256-195-3Dicetak oleh Percetakan IPB, Bogor - IndonesiaIsi di Luar Tanggung Jawab Percetakan© 2020, HAK CIPTA DILINDUNGI OLEH UNDANG-UNDANGDilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari penerbit Kata PengantarPembangunan nasional yang sedang dan terus akan diemban oleh pemerintah dengan kekuatan penuh, perlu mengedepankan sedikitnya empat elemen penting yaitu pembangunan ekonomi yang kokoh, kelembagaan dan pemerintahan yang kuat dan efektif, program pengentasan kaum miskin serta kesehatan masyarakat. Pada masa Pandemic covid-19, persoalan menjadi multi komplex sampai beberapa tahun ke depan. Namun Indonesia mempunyai keunggulan komparatif jangka panjang atas ketersediaan sumberdaya alam yang perlu senantiasa dan lahan hutan adalah keberkahan sumberdaya alam tak ternilai dan merupakan kekayaan yang sampai hari ini masih dieksploitasi sebagai salah satu sumber pendapatan penting negara yang digunakan sebagai modal kekuatan dalam pembangunan. Layaknya suatu kegiatan ekstraksi dan eksploitasi terhadap sumberdaya hutan, dampak buruk yang timbul dan merusak lingkungan hidup menjadi keniscayaan yang biasa terlihat langsung di lapangan maupun terpublikasi di media cetak maupun media elektronik. Selanjutnya, dampak buruk dari kegiatan ekstraksi dan eksploitasi hutan tersebut, yang merusak fungsi vegetasi hutan, telah lama menjadi fokus bahasan utama bagi banyak kalangan ilmuwan, baik pada tingkat nasional maupun internasional. Beberapa bidang penting dari isu global tersebut adalah fungsi hutan dalam menyerap dan menyimpan gas rumah kaca karbon dioksida dan fungsi hutan dalam mengatur sistem hidrologi dalam suatu ekosistem. Merujuk pada argumentasi di atas, maka sumberdaya hutan yang tersedia dan terhampar luas membentang sepanjang mata memandang, adalah karunia Illahi yang tidak untuk sekedar dibanggakan, melainkan untuk dikelola sedemikian dalam proses pemenuhan kebutuhan beragam kehidupan yang Bunga Rampai Dukungan IPTEK Rehabilitasi Hutan dan Lahan dalam Pemulihan Fungsi Daerah Aliran Sungaiberdimensi amat luas di bumi Indonesia. Pemahaman atas perlunya merawat fasilitas kehidupan ini mendorong kita untuk perlu mengerti tentang makna kehidupan hakiki di jagat raya ini. Khalil Gibran pernah merenung dan berkata bahwa ketika anda dapat mencapai jantung kehidupan, maka disana anda akan menemukan kecantikan dalam segala hal, bahkan pada mata yang buta akan keindahan. Keindahan itu adalah rangkaian energi yang melegakan yang hadir pada saat manusia dapat memenuhi kebutuhan siknya yang kasat mata dan kebutuhan rohaninya yang hanya dapat dirasakan panca indra. Keindahan ini dapat menjadi kenyataan jika jamrut khatulistiwa yang dimanfaatkan dapat dirawat dan berkelanjutan, dan hal ini tentu akan dapat dicapai jika kita menguasai ilmu dan teknologi yang telah teruji dari serangkaian kegiatan penelitian yang cukup penelitian dalam bentuk informasi iptek secara satu persatu, adalah ibarat jari-jari kecil memanjang yang kelihatannya lemah dalam menopang lingkaran besi dudukan ban, namun jika jari-jari lemah itu dikumpulkan bersama dan terdistribusi dengan harmonis, maka akan tercipta kekuatan iptek yang dapat mengerjakan beban yang berat seperti roda ban yang mampu membawa muatan berat dari satu tempat ke tempat lainnya. Informasi hasil penelitian yang telah banyak tersedia, jika dirangkum dengan apik dan tekun tentu akan dapat menjadi rangkaian menarik seperti indahnya rangkaian bunga, biasa disebut bunga rampai hasil-hasil penelitian “Dukungan IPTEK Rehabilitasi Hutan dan Lahan dalam Pemulihan Fungsi Daerah Aliran Sungai” adalah kumpulan hasil-hasil penelitian yang beragam coraknya, warna warni ilmiah, adalah media kodikasi yang merupakan salah satu bentuk media yang efektif dalam upaya mengharmonisasikan hasil pengamatan para peneliti yang terkadang terserak-serak disana sini. Dengan demikian, dari bentuk media publikasi ini diharapkan dapat dihasilkan suatu informasi ilmiah yang lebih pejal dan saling menguatkan satu sama lain, sehingga pada gilirannya Bunga Rampai Dukungan IPTEK Rehabilitasi Hutan dan Lahan dalam Pemulihan Fungsi Daerah Aliran Sungaipaket iptek yang disajikan dapat lebih mudah dicerna dan sekaligus lebih luas cakupannya dalam perspektif praktikal di tingkat lapangan. Semangat menghadirkan beragam informasi iptek ini sangat perlu didukung karena sejalan juga dengan spirit inisiatif global yang mengarah kepada perlunya upaya keras perbaikan pengelolaan sumberdaya alam, nature-based solutions initiative, dengan misi memperkuat pemahaman potensi alam dalam mengantisipasi dan menjawab tantangan global dan sekaligus mengawal cita-cita pembangunan berkelanjutan. Pemahaman yang kuat dalam hal pengelolaan sumberdaya alam, tidak bisa tidak, pasti memerlukan kerja tekun dari tim yang multi displin, seperti yang terlihat dari publikasi bunga rampai dengan tuntutan zaman yaitu perlunya merangkum iptek dengan dasar multi disiplin, Bunga rampai “Dukungan IPTEK Rehabilitasi Hutan dan Lahan dalam Pemulihan Fungsi Daerah Aliran Sungai”, terdiri dari 8 delapan karya tulis ilmiah, sungguh merupakan hasil kerja nyata para peneliti dari berbagai latar belakang displin ilmu dengan beragam pengalaman penelitian baik di laboratorium maupun di lapangan, dan sudah barang tentu, dari beragam jenjang fungsional peneliti di lingkup Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan, Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan, saya berpendapat bahwa bunga rampai ini dapat menjadi salah satu acuan penting dalam memahami masalah dan sekaligus menawarkan solusi dalam pengelolaan hutan dan lahan pada hamparan DAS baik bagi masyarakat luas, termasuk perusahaan, perguruan tinggi, maupun pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam merumuskan kebijakan. Pada kesempatan ini, izinkan saya untuk menyampaikan ucapan terima kasih dan apresiasi yang tinggi kepada para penulis dan para pihak terkait yang telah menghabiskan waktu dan daya serta kesabaran dalam menyusun dan mengedit isi bunga rampai ini. Kerja serius yang memerlukan konsentrasi penuh walaupun Bunga Rampai Dukungan IPTEK Rehabilitasi Hutan dan Lahan dalam Pemulihan Fungsi Daerah Aliran Sungaiviiimasih dalam situasi Pandemi covid-19 yang agak mencekam, tentu masih tetap menjadi kewajiban kita sebagai abdi negara, dan merupakan bagian yang utuh dari upaya pemerintah membangun dan memelihara lingkungan hidup dan membaca. Bogor, Juli 2020Kepala Pusat Litbang Hutan,Dr. Ir. Kirsanti L. Ginoga, 19640118 199003 2 001 Daftar IsiKata Pengantar .......................................................................................... vDaftar Isi .................................................................................................. ixDaftar Tabel ............................................................................................. ixDaftar Gambar ....................................................................................... xiiiBab I Prolog Budi Hadi Narendra ..................................................................................1Bab II Perbaikan Fungsi Daerah Aliran Sungai dalam Mendukung Kualitas Kehidupan di Era New Normal Nilam Sari dan Pratiwi .............................................................................5Bab III Aplikasi Teknologi di Bidang Kehutanan dalam Mendukung Kegiatan Rehabilitasi Lahan Kritis untuk Perbaikan Fungsi Daerah Aliran Sungai Budi Hadi Narendra dan Andi Gustiani Salim .........................................23Bab IV Pemilihan Jenis Pohon untuk Konservasi Tanah dan Air dalam Rangka Pemulihan Fungsi Daerah Aliran Sungai Pratiwi, Budi Hadi Narendra, dan Marfuah Wardani .............................. 47Bab V Pentingnya Upaya Konservasi Tanah dan Air dalam Pemulihan Daerah Aliran Sungai Nilam Sari ...............................................................................................71 Bunga Rampai Dukungan IPTEK Rehabilitasi Hutan dan Lahan dalam Pemulihan Fungsi Daerah Aliran SungaixBab VI Peran Konservasi Bahan Organik Tanah dalam Mempertahankan Produktivitas Lahan Hutan Chairil Anwar Siregar dan Asep Sukmana .................................................89Bab VII Reklamasi Lahan Bekas Tambang untuk Perbaikan Fungsi Daerah Aliran Sungai Pratiwi ..................................................................................................111Bab VIII Tutupan Lahan Hutan Optimal untuk Mendukung Kelestarian Sumberdaya Air dan Lahan dalam Sistem Daerah Aliran Sungai Andi Gustiani Salim ..............................................................................133Bab IX Status Kualitas Lingkungan Daerah Aliran Sungai dan Upaya Rehabilitasi Lahan pada Beberapa Pola Penggunaan Lahan Asep Sukmana dan Chairil Anwar Siregar ...............................................147Bab X Epilog Pratiwi ..................................................................................................167 Daftar TabelTabel Jenis-jenis pohon untuk konservasi tanah dan air, pengendali erosi dan pengendali longsor ................................. 51Tabel Jenis-jenis tumbuhan untuk penguat teras atau tepi sungai/tebing/penahan longsor dan pelindung mata air ..........52Tabel Jenis-jenis pohon untuk rehabilitasi lahan bekas tambang ....... 54Tabel Analisis uji t berpasangan terhadap diameter Octomeles sumatrana pada plot A dan B .................................................. 92Tabel Hasil Analisa Tekstur Tanah pada lokasi plot penanaman binuang ..................................................................................92Tabel Kualitas air sampel di beberapa lokasi penggunaan lahan ...... 161Tabel Kadar muatan sedimen pada sumber air pada beberapa penggunaan lahan ................................................................. 162 Daftar GambarGambar pH dan C-organik tanah pada beberapa kebun campuran di Kec. Lumban Julu ......................................156Gambar Hasil analisa N-total dan P-total pada kebun campuran .............................................................157 Bab I PrologBudi Hadi NarendraPusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Jl. Gunung Batu Po Box 165 Bogor 16610 Jawa Barat, Indonesia; E-mail budihadin alam berupa hutan, tanah, dan air merupakan kekayaan alam yang harus tetap dijaga kelestariannya. Dalam Undang-Undang tentang Kehutanan, telah diamanatkan bahwa penyelenggaraan kegiatan kehutanan bertujuan untuk kemakmuran rakyat secara adil dan berkelanjutan melalui peningkatan daya dukung daerah aliran sungai DAS. DAS yang merupakan wilayah daratan dengan sungai dan anak-anak sungainya, berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air hujan ke danau atau ke laut secara alami, dengan batas pemisah di darat berupa topogras dan batas di laut sampai pada daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Peningkatan daya dukung dalam suatu pengelolaan DAS telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 2012 tentang Pengelolaan DAS. Dalam perundangan tersebut, pengelolaan DAS dimaksudkan sebagai upaya manusia dalam mengatur hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya, agar terwujud kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatnya kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan. Dalam pengertian tersebut terdapat tiga unsur utama dalam pengelolaan DAS. Unsur pertama meliputi manusia yang menempati suatu DAS dan sumberdaya alam yang ada di dalamnya seperti air, tanah, mineral, topogra, iklim, ora, fauna, hutan, dan lainnya. Unsur kedua berupa Bunga Rampai Dukungan IPTEK Rehabilitasi Hutan dan Lahan dalam Pemulihan Fungsi Daerah Aliran Sungaiadanya hubungan timbal balik yaitu manusia sebagai pengelola DAS yang melakukan pengaturan hubungan antar komponen dalam pemanfaatannya, dan sumberdaya alam itu sendiri sebagai penyedia barang dan jasa ekosistem. Adanya gangguan atau ketidakseimbangan dalam hubungan timbal balik tersebut, senantiasa mengarah kepada ketidakstabilan ekosistem. Unsur utama yang ketiga adalah adanya unsur tujuan pengaturan yaitu untuk memberikan kemanfaatan optimal secara berkelanjutan. Dalam pengelolaannya, DAS harus dipandang sebagai satu kesatuan mulai dari daerah hulu hingga hilir karena terdapat interdependensi. Secara umum, bagian hulu DAS merupakan daerah recharge dan menjadi sumber air bagi daerah di bawahnya, sehingga perhatian yang cukup terhadap wilayah ini sangat diperlukan. Sebagai suatu kawasan penyangga, sudah sewajarnya hulu DAS didominasi oleh penutupan vegetasi hutan, dan bila terjadi degradasi pada kawasan ini fungsi hidrologis DAS juga dapat dipastikan akan mengalami ketidakseimbangan. Penyelenggaraan kegiatan kehutanan dilaksanakan untuk menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional serta berperan dalam meningkatkan daya dukung DAS. Selain itu, keberadaan hutan juga didorong agar bermanfaat dari aspek lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi secara berkeseimbangan dan lestari dengan mengoptimalkan multi fungsi dari hutan yang meliputi fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi DAS sebagai bagian integral dari pencapaian tujuan pembangunan nasional, saat ini masih menghadapi berbagai masalah yang kompleks, antara lain terkait tingginya pertumbuhan jumlah penduduk, konversi tutupan hutan, ketidaksesuaian penggunaan lahan dengan tata ruang, dan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kaidah konservasi tanah dan air. Kondisi ini berdampak pada ketidakseimbangan dan kerusakan ekosistem dalam tatanan DAS serta terganggunya kehidupan masyarakat di dalam DAS terutama di bagian hilir, yang ditandai dengan tinggiya erosi, sedimentasi, dan pendangkalan danau/waduk, makin seringnya terjadi Bunga Rampai Dukungan IPTEK Rehabilitasi Hutan dan Lahan dalam Pemulihan Fungsi Daerah Aliran Sungaibencana banjir, kekeringan, dan longsor, serta tingginya tingkat pencemaran air sungai yang pada akhirnya berdampak negatif terhadap kesejahteraan masyarakat. Pengelolaan DAS yang mengesampingkan prinsip konservasi tanah dan air telah mengakibatkan makin meluasnya lahan kritis. Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, luas lahan kritis di Indonesia hingga tahun 2018 telah mencapai sekitar 14 juta hektar. Dengan masih begitu luasnya lahan kritis di Indonesia, maka lahan-lahan kritis tersebut harus dikembalikan kondisinya sehingga dapat berfungsi, baik sebagai fungsi produksi maupun ekologi melalui upaya sejak beberapa dekade telah berupaya mencegah dan mengatasi faktor-faktor penyebab terjadinya lahan ktiris. Telah banyak upaya rehabilitasi hutan dan lahan yang dicanangkan guna pemulihan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan agar daya dukung, produktivitas serta peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. Upaya rehabilitasi hutan dan lahan pada DAS-DAS yang masuk dalam kategori perlu dipulihkan, dilakukan secara vegetatif maupun melalui penerapan teknik sipil guna meningkatkan daya resap air, menurunkan limpasan air permukaan, serta meningkatkan produktitas lahan. Kegiatan rehabilitasi ini menjadi tanggung jawab semua pihak dengan mendayagunakan segenap potensi dan kemampuan Pemerintah, badan usaha, dan masyarakat secara terkoordinasi dengan pendekatan komprehensif melalui pemberdayaan partisipatif masyarakat. Selain dukungan masyarakat, keberhasilan rehabilitasi hutan dan lahan dapat terwujud dengan memperhatikan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi IPTEK berupa pemahaman terhadap proses biogeokimia dan siologi tumbuhan. Proses tersebut melibatkan aktitas mikroba tanah, unsur hara dan bahan organik tanah, serta dipengaruhi aspek iklim. Teknologi yang dipilih dalam rehabilitasi lahan adalah yang tepat guna dengan memperhatikan kemudahan dalam penerapannya, pertimbangan ekonomi, dan keefektifannya dalam merehabilitasi lahan kritis. Bunga Rampai Dukungan IPTEK Rehabilitasi Hutan dan Lahan dalam Pemulihan Fungsi Daerah Aliran Sungai4Berdasarkan hal tersebut, buku bunga rampai ini menyajikan dukungan rehabilitasi hutan dan lahan dalam pemulihan fungsi DAS melalui aplikasi teknik-teknik konservasi tanah dan air sesuai dengan kondisi lahannya. Diawali dengan penjabaran pentingnya pemulihan DAS guna menjamin kualitas kehidupan BAB II, dilanjutkan dengan uraian teknologi yang mendukung kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan BAB III. Pada bagian selanjutnya akan diuraikan faktor-faktor penting dalam pemulihan fungsi DAS meliputi aspek pemilihan jenis pohon BAB IV, penerapan konservasi tanah dan air BAB V, dan manajemen bahan organik tanah BAB VI. Beberapa teknologi rehabilitasi hutan dan lahan tersebut telah diterapkan dalam upaya reklamasi lahan bekas tambang seperti diuraikan dalam BAB VII. Keberhasilan upaya rehabilitasi hutan dan lahan merupakan salah satucapaian dalam mewujudkan kondisi dan komposisi tutupan lahan yang optimal dalam suatu DAS seperti diuraikan dalam BAB VIII. Tiap pola penggunaan lahan akan memberi dampak yang berbeda terhadap kondisi lingkungan, seperti diuraikan dalam BAB IX yang mengambil contoh kasus kondisi tutupan lahan pada daerah tangkapan air Danau Toba. Pada kasus ini, sasaran rehabilitasi hutan dan lahan diharapkan dapat mencapai komposisi tutupan lahan yang optimal sehingga dapat memberikan kontribusi terbaik dalam mendukung keberlanjutan sumberdaya lahan dan air. Bab IV Pemilihan Jenis Pohon untuk Konservasi Tanah dan Air dalam Rangka Pemulihan Fungsi Daerah Aliran Sungai Pratiwi, Budi Hadi Narendra, dan Marfuah WardaniPusat Penelitian dan Pengembangan HutanJl. Gunung Batu Po Box 165 Bogor 16610 Jawa Barat, Indonesia;E-mail budihadin wardanien Persoalan lahan terdegradasi dan sumberdaya air di Indonesia masih terus terjadi. Menurut Kementerian Kehutanan 2014, luas lahan terdegradasi pada tahun 2005 adalah ha dan pada tahun 2011 turun menjadi ha. Sampai dengan tahun 2013, luas lahan terdegradasi di Indonesia adalah seluas ha yang terdiri atas ha dikategorikan ke dalam sangat kritis dan ha dalam kategori kritis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2015. Berdasarkan Keputusan Menteri LHK Nomor tentang penetapan lahan kristis Nasional, luas lahan kritis sampai dengan 2018 adalah seluas 14 juta hektar. Dilihat dari jumlah lahan terdegradasi yang ada, walaupun cenderung terjadi penurunan, namun masih dijumpai dalam jumlah yang cukup luas. Bunga Rampai Dukungan IPTEK Rehabilitasi Hutan dan Lahan dalam Pemulihan Fungsi Daerah Aliran SungaiAkibat yang ditimbulkan dengan adanya degradasi lahan antara lain tingginya limpasan permukaan dan erosi yang menyebabkan kesuburan tanah menurun, sehingga produktivitas lahan menurun dalam menghasilkan kayu maupun produk pertanian. Jika hal ini berlangsung terus menerus, maka kemiskinan meningkat. Disamping itu, lahan yang telah terdegradasi cenderung tidak termanfaatkan lagi sebagai lahan budidaya dan cenderung menjadi lahan terbuka. Tanaman budidaya sulit beradaptasi pada lahan tidak subur, dan secara ekonomis pengusahaannya tidak lagi menguntungkan. Terbukanya tutupan lahan ini jika tidak ditangani akan memperparah tingkat erosi dan akan memicu terjadinya perbaikan lahan terdegradasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain merehabilitasi lahan-lahan tersebut dengan jenis tanaman yang sesuai dengan kondisi daerah yang bersangkutan. Upaya ini dapat secara efektif menekan erosi dan memulihkan kondisi lahan terdegradasi tersebut Filoso, Bezerra, Weiss, Palmer, 2017 sehingga fungsi hutan sebagai pengatur tata air dan penyangga kehidupan dapat pulih upaya rehabilitasi telah banyak dilakukan namun keberhasilannya masih jauh dari yang diharapkan. Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2015 capaian rehabilitasi hutan dan lahan selama 2010 sampai 2014 adalah seluas ha. Mulai tahun 2019, KLHK menargetkan luasan rehabilitasi hutan dan lahan menjadi ha, dan akan terfokus pada 15 DAS prioritas, 15 danau prioritas, 65 dam/bendungan, dan daerah-daerah rawan bencana Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2018. Jika dibandingkan dengan luas lahan kritis yang ada, maka upaya rehabilitasi lahan-lahan terdegradasi ini harus ditingkatkan. Keberhasilan rehabilitasi hutan dan lahan sangat ditentukan oleh berbagai faktor, seperti pemilihan jenis-jenis yang sesuai dengan kondisi daerah yang bersangkutan, tujuan usaha, cara penyiapan lahan dan sebagainya. Bunga Rampai Dukungan IPTEK Rehabilitasi Hutan dan Lahan dalam Pemulihan Fungsi Daerah Aliran SungaiPemilihan jenis pohon bukan hal yang sederhana. Selain faktor iklim, pertimbangan faktor ekologis dan sosial ekonomi masyarakat sekitar juga berpengaruh dalam keberhasilan program ini Maria, Lestiana & Mulyono, 2012. Jenis-jenis yang akan dikembangkan harus memenuhi persyaratan tempat tumbuh yang diinginkan bagi jenis tersebut. Persyaratan tempat tumbuh merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan dalam menetapkan jenis yang sesuai untuk dikembangkan di suatu areal. Persyaratan tempat tumbuh tersebut meliputi sifat-sifat karakteristik tanah dan iklim yang diperlukan untuk menunjang pertumbuhannya Pratiwi, 2006. Sedangkan tujuan penanaman ada berbagai macam, seperti perlindungan tanah, air dan lingkungan secara umum, dan sebagai penghasil kayu dan non kayu atau produk lain yang berkaitan dengan fungsi sosial untuk meningkatkan taraf hidup dengan hal tersebut di atas maka tulisan ini akan menguraikan beberapa aspek pemilihan jenis pohon dalam upaya rehabilitasi hutan dan lahan, khususnya peran vegetasi dalam konservasi tanah dan air. Diharapkan informasi ini bermanfaat bagi upaya rehabilitasi hutan dan lahan Tujuan penanaman tergantung pada masing-masing program, seperti konservasi tanah dan air, pemulihan lahan terdegradasi, produksi kayu dan jenis pohon untuk tujuan konservasi tanah dan airJenis-jenis yang akan dikembangkan dalam rangka konservasi tanah dan air atau yang ditujukan untuk mengembalikan fungsi hidroorologis, sebaiknya yang dapat mengawetkan tanah dan air serta menyuburkan lahan yang telah terdegradasi. Bunga Rampai Dukungan IPTEK Rehabilitasi Hutan dan Lahan dalam Pemulihan Fungsi Daerah Aliran SungaiPeran vegetasi dalam konservasi tanah dan air terutama kaitannya dengan pencegahannya terhadap erosi dan aliran permukaan. Jika tajuk tanaman berlapis dengan tanaman penutup tanah dan serasah akan memberikan ketahanan berganda terhadap pukulan butiran hujan yang jatuh ke permukaan tanah. Vegetasi penutup tanah dapat berfungsi selain sebagai penghalang pukulan langsung air hujan ke permukaan tanah juga berfungsi menambah kandungan bahan organik tanah, sehingga menambah resistensi erosi Soemarwoto, 1983. Selanjutnya, menurut Hardjowigeno 1987, pencegahan erosi dapat berlangsung secara efektif apabila paling sedikit 70% permukaan lahan tertutup oleh Mindawati, Nuroniah & Kosasih 2004 memberikan beberapa contoh pohon yang dapat digunakan untuk konservasi tanah dan air termasuk untuk pengendali erosi, pengendali longsor, penguat teras atau tepi sungai/tebing juga penahan longsor. Dikatakan bahwa jenis-jenis pohon yang dipakai untuk usaha konservasi tanah dan air seyogyanya berumur panjang. Sedangkan jenis pohon yang dipakai sebagai pengendali erosi seyogyanya memiliki ciri-ciri berakar intensif dengan akar tunggang panjang dan tumbuh cepat waktu muda. Adapun ciri-ciri jenis pohon yang dapat mengendalikan longsor antara lain berakar kurang intensif, akar tunggang tumbuh cepat dan dalam serta pertumbuhan batang kurang cepat di waktu muda. Beberapa contoh pohon dan tumbuhan yang memiliki fungsi tersebut di atas disajikan dalam Tabel dan Bunga Rampai Dukungan IPTEK Rehabilitasi Hutan dan Lahan dalam Pemulihan Fungsi Daerah Aliran SungaiTabel Jenis-jenis pohon untuk konservasi tanah dan air, pengendali erosi dan pengendali longsorKonservasi tanah dan air Pengendali erosi Pengendali longsorNama Botani Famili Nama Botani Famili Nama Botani Famili1. Syzygium aromaticum L. Merr. & 1. Falcataria moluccana Miq. Barneby & 1. Albizia lebbeck L. Anacadium occidentale 2. Hibiscus macrophyllus 2. Acacia leucophlocea Roxb. Psidium guajava L. Myrt. 3. Indigo galegoides DC. Malv. 3. Tamarindus indica Nephelium lappaceum 4. Sesbania sesban L. 4. Bauhinia malabarica Annona muricata L. Annon. 5. Flemingia congesta Willd. 5. Cassia stula L. Persea Americana 6. Leucaena leucocephala Lam. de Wit Fab. 6. Dalbergia latifolia Artocarpus heterophyllus 7. Senna siamea Lam. & BarnebyFab. 7. D. sisso DC. Arenga pinnata Wurm. 8. Melia azedarach L. Meliac 8. Pterocarpus indicus Lagestroemia speciosa L. 9. Swietenia macrophylla Homalium tomentosum 10. Gluta renghas L. Eucalyptus alba BlumeMyrt. 11. Schleicera oleosa Lour. Vitex piñata L. Lamiac. 12. Tectona grandis Aleurites moluccana L. Agathis sp. AraucSumber Dimodikasi dari Bogidarmanti, Mindawati, Nuroniah & Kosasih, 2004 Bunga Rampai Dukungan IPTEK Rehabilitasi Hutan dan Lahan dalam Pemulihan Fungsi Daerah Aliran SungaiTabel Jenis-jenis tumbuhan untuk penguat teras atau tepi sungai/tebing/penahan longsor dan pelindung mata airPenguat teras/tepi sungai/tebing/ penahan longsor* Pelindung mata air**Nama Botani Famili Nama Botani Famili1. Arenga pinnataWurmb.Merr. Arecaceae 1. Arenga pinnata Wurmb.Merr. Arecaceae2. Giganthochloa sp. Poaceae 2. Innocarpus fagifer ParkisonFosbergFabaceae3. Caliandra calothyrsus Meisn. Fabaceae 3. Parkia timoriana DC Merr. Fabaceae4. Glyricidia sepium Jack.Walp. Fabaceae 4. Albizia saman Jacq.Merr. Fabaceae5. Salacca edulis Gaertn. Voss Areaceae 5. Ficus benjamina L. Moraceae6. Calamus sp. Areaceae 7. Ficus retus L. Moraceae8. Ficus annulata Blume Moraceae9. Artocarpus elasticus BlumeMoraceae10. Sterculia foetida L. Malvaceae11. Ceiba petandra L. Gaertn. Malvaceae12. Syzygium aqueum Syzygium pycnanthum Merr.& PerryMyrtaceae14. Dendrocalamus sp. Poaceae15. Pangium edule Reinw. AchariaceaeSumber * Dimodikasi dari Bogidarmanti, Mindawati, Nuroniah & Kosasih, 2004; ** Dimodikasi dari Yuliantoro, Atmolo & Siswo, 2016Pemilihan jenis pohon untuk pemulihan lahan terdegradasi bekas pertambanganJenis yang dipilih untuk pemulihan lahan terdegradasi khususnya lahan bekas tambang harus jenis cepat tumbuh yang dapat bertahan dalam kondisi iklim yang kurang menguntungkan. Penanaman jenis-jenis Leguminosae pada awal rehabilitasi lahan bekas tambang sangat direkomendasikan, karena jenis-jenis tersebut merupakan sumber nitrogen yang dapat menyuburkan tanah. Alternatif lain untuk tahapan awal dalam pemulihan lahan bekas Bunga Rampai Dukungan IPTEK Rehabilitasi Hutan dan Lahan dalam Pemulihan Fungsi Daerah Aliran Sungaitambang adalah menggunakan jenis pionir, karena umumnya mudah tumbuh dalam kondisi yang ekstrim solum tanah tipis, iklim kering. Jika jenis-jenis pioneer telah tumbuh, maka jenis-jenis lain yang tahan naungan terutama pada waktu masih muda dapat dikombinasikan dengan jenis pioneer hal yang dapat dipertimbangkan dalam pemilihan jenis untuk pemulihan lahan terdegradasi di daerah terbuka seperti padang alang-alang antara lainMampu tumbuh di tempat terbuka jenis intoleran dan pioneer; bersaing dengan alang-alang atau gulma yang ada; bertunas bila terbakar atau dipangkas; dengan keadaan tanah yang miskin hara dan tahan kekeringan; atau bagian vegetatif mudah diperoleh atau disimpan; masyarakat, jika untuk produksi Susilo, Suryanto, Sugiharto & Maharani 2010 mengatakan untuk lahan terdegradasi bekas pertambangan jenis-jenis pohon yang disarankan adalah yang memiliki karakteristik jenis lokal pioneer, cepat tumbuh tetapi tidak memerlukan biaya yang tinggi, menghasilkan serasah yang banyak dan mudah terdekomposisi, sistem perakaran yang baik dan mampu bersimbiosis dan/atau berhubungan timbal balik dengan mikroba tertentu, merangsang datangnya vektor pembawa biji, mudah dan murah dalam jenis pohon yang dapat digunakan dalam merehabilitasi lahan terdegradasi khususnya lahan bekas tambang disajikan dalam Tabel Bunga Rampai Dukungan IPTEK Rehabilitasi Hutan dan Lahan dalam Pemulihan Fungsi Daerah Aliran SungaiTabel Jenis-jenis pohon untuk rehabilitasi lahan bekas tambangNo Bekas Tambang Jenis Pohon Famili Sumber1 Bekas Tambang Timah Bangka TengahEucalyptus urophylla garcinaefoliaEnterolobium cyclocarpum & Narendra, 2014Bekas Tambang TimahHevea brasiliensis auriculiformis mangium FabaceaeFabaceaeTjahyana & Yulius, 20112 Bekas Tambang BatubaraPterocapus indicus siamea Lam. & BarnebyVitex pinnata catappa moluccana Miq. Barneby & arborea chinensis Lam. CapuronAcacia mangium RubiaceaeFabaceaeSusilo, Suryanto, Sugiharto & Maharani, 2010Bekas Tambang Batubara CoalShorea balangeran indicus cattapa L DiptocarpaceaeFabaceaeCombretaceaeSetyowati, Amala & Aini, 2017Bekas Tambang Batubara Gymnostoma sumatranum Jungh. ex de Vriese Eucalyptus moluccana Miq. Barneby & FabaceaeSetyowati, Amala & Aini, 2017Bekas Tambang Batubara KPCSenna siamea Lam. & BarnebyVitex pinnata catappa moluccana Miq. Barneby & arborea chinensis Lam. CapuronFabaceaeLamiaceaeCombretaceaeFabaceae LamiaceaeRubiaceaeSetyowati, Amala & Aini, 2017 Bunga Rampai Dukungan IPTEK Rehabilitasi Hutan dan Lahan dalam Pemulihan Fungsi Daerah Aliran SungaiNo Bekas Tambang Jenis Pohon Famili SumberBekas Tambang Batubara. PT. Multi Harapan UtamaFalcataria moluccana Miq. Barneby & mangium auriculiformis gigantea & Zoll. pinnata canescens JackGliricidia maculata ”Humb., Bonpl. & Kunth” FabaceaeFabaceaeEuphorbiaceae LamiaceaeLamiaceaeFabaceaeRayadin et al., 2011Bekas Tambang Batubara PT Jembayan Muara BaraMacaranga gigantea & Zoll. nervosa zwageri Teijsm. & CannabaceaeSapindaceaeLauraceae BombacaceaeDipterocarpaceaeRayadin et al.,20103 Bekas Tambang Batuapung Gunung KidulSwietenia mahagoni L. scholaris L. R. Br. Albizia saman Jacq. mangium grandis 20124 Bekas Tambang Tanah Liat Tlogowaru-Jawa TimurAlbizia saman Jacq. Merr. Artocarpus altilis Parkinson ex FosbergArtocarpus heterophyllus indica MoraceaeMoraceaeAnacardiaceaeParascita, Sudiyanto & Nusanto, 20155 Bekas Tambang TembagaFalcataria moluccana Miq. Barneby & sepium Jacq. FabaceaeFabaceaeSuprapto, 20076 Bekas tambang Nikel PT INCO Tbk-Sorowako, Sulawesi SelatanFalcataria moluccana Miq. Barneby & urograndis umbellata Houtt. StapfSandoricum koetjape 2009Tabel Jenis-jenis pohon untuk rehabilitasi lahan bekas tambang lanjutan Bunga Rampai Dukungan IPTEK Rehabilitasi Hutan dan Lahan dalam Pemulihan Fungsi Daerah Aliran SungaiKemampuan Jenis yang Akan Dikembangkan Jenis Eksotik atau Jenis Lokal?Jenis yang akan dikembangkan untuk rehabilitasi lahan dapat berupa jenis lokal maupun jenis eksotis. Namun demikian pemilihan jenis ini harus dilakukan sangat hati-hati, karena ada beberapa keuntungan dan kerugiannya Pratiwi & Lust, 1993.Pemakaian jenis lokal memiliki keuntungan biologis, seperti Budowski, 1984; Evans, 1992; Zobel, Wyk & Stahl, 1987Tumbuh baik karena di habitat alamnya; terhadap serangan hama dan penyakit karena tumbuh dan dengan lingkungannya, karena ada agen kontrolnya;Untuk konservasi ora dan fauna, walaupun dalam monokultur, umumnya lebih bernilai ekologis daripada jenis eksotik;Manfaat kayunya telah dikenal alasan-alasan tersebut, jenis lokal akan tumbuh bagus dalam hutan tanaman pada lahan yang direhabilitasi, sehingga tidak ada alasan untuk mencari jenis lain. Tentunya untuk alasan konservasi, jika dua jenis lokal dan eksotik pertumbuhan dan kualitasnya hampir sama maka pemakaian jenis lokal lebih diutamakan. Namun demikian jika tidak ada jenis lokal yang cocok, maka beberapa pertimbangan untuk melakukan percobaan perlu dilakukan untuk mengintroduksi jenis eksotik Pratiwi & Lust, 1993.Kerugian memakai jenis asli telah dikemukaan oleh banyak ahli silvikultur seperti Evans 1992; Zobel, Wyk & Stahl, 1987. Kerugian tersebut antara lainUmumnya jenis lokal tumbuh lambat; di hutan tropika, anakan jenis lokal memerlukan pertumbuhannya. Bunga Rampai Dukungan IPTEK Rehabilitasi Hutan dan Lahan dalam Pemulihan Fungsi Daerah Aliran SungaiDi sisi lain jenis-jenis eksotik memiliki beberapa sifat yang relatif berbeda dengan jenis lokal. Beberapa introduksi dari jenis eksotik untuk rehabilitasi menunjukkan hasil yang sangat bagus di beberapa negara tropika. Terdapat beberapa keuntungan pemakaian jenis eksotik dalam rehabilitasi, antara lainMenambah jenis yang cocok untuk rehabilitasi; eksotik jauh dari habitat alamnya sehingga seringkali terbebas dan penyakit;Kebanyakan jenis eksotik adalah jenis cepat tumbuh dan dengan di areal terbuka. Jenis ini menghasilkan kayu yang relatif cepatdibandingkan dengan jenis lokal, sehingga keuntungan ekonomis yangdiperoleh akan lebih cepat;Seringkali jenis eksotik secara biologis lebih cocok untuk daerah padang alang-alang atau lahan semak belukar dibandingkan jenislokal;Karena produktivitas dari jenis eksotik di daerah tropik bisa kali lipat dibandingkan jenis lokal, maka memungkinkan jeniseksotik dapat meningkatkan produktivitas lahan kosong seperti lahanalang-alang yang produktivitasnya rendah; danPertumbuhan jenis eksotik yang lebih cepat dapat memenuhi kayu dan bahkan berkontribusi mengurangi laju deforestasi,karena hutan tanaman akan lebih produktif dibandingkan hutan alamdengan 2-10 kali demikian di samping keuntungan-keuntungan tersebut, jenis eksotik memiliki beberapa masalah seperti Zobel, van Wyk & Stahl, 1987Penyakit yang berbeda akan muncul dan akan terus muncul dengan laju yang sangat tinggi; danJenis eksotik jarang tumbuh bagus di daerah yang memiliki jenis bagus dan beragam. Bunga Rampai Dukungan IPTEK Rehabilitasi Hutan dan Lahan dalam Pemulihan Fungsi Daerah Aliran SungaiDi daerah tropika seperti di Indonesia, rehabilitasi dengan menggunakan jenis eksotik banyak dilakukan karena kebutuhan akan kayu baik untuk keperluan lokal maupun ekspor. Untuk keperluan ekspor tentu tujuannya adalah mencari keuntungan. Namun demikian beberapa hambatan harus dipertimbangankan khususnya mengenai hama dan eksotik, jauh dari habitat aslinya, namun tidak selalu terbebas dari hama dan penyakit. Sebagai contoh adalah jenis Acacia mangium, dimana dahulu diprioritaskan sebagai jenis yang menjanjikan untuk beberapa area di Indonesia, namun pada kenyataannya banyak dijumpai hama dan penyakit sebagaimana jenis eksotik lainnya. Jenis lokal relatif tahan terhadap hama dan penyakit jika dibandingkan dengan jenis eksotik. Namun demikian jenis eksotik menghasilkan kayu lebih banyak dibandingkan jenis lokal dan memerlukan waktu yang relatif pendek dibanding jenis lokal. Dengan demikian jika dilihat dari aspek ekonominya jenis eksotik lebih menguntungkan Pratiwi & Lust, 1993. Sebenarnya kedua jenis ini baik eksotik maupun lokal memiliki beberapa peran yang penting. Kebanyakan jenis lokal digunakan untuk kayu konstruksi, energi, dan pulp, sedangkan jenis eksotik lebih banyak digunakan untuk pulp dan energi. Oleh karena itu dapat dikatakan jenis lokal walaupun mereka lambat tumbuh, namun lebih bernilai daripada jenis eksotik, jika kayu yang dihasilkan adalah untuk tujuan kayu & Lust 1993 menyarankan agar untuk merehabilitasi alang-alang di Indonesia, baik jenis eksotik maupun lokal dapat dipertimbangkan, dengan memperhitungkan keuntungan dan kerugiannya. Lingkungan yang cukup keras untuk padang alang-alang seperti kesuburan tanah yang rendah, alang-alang merupakan tumbuhan yang sangat menyukai cahaya, dan sebagainya, rehabilitasi di areal ini sangat sulit. Dengan mempertimbangkan bahwa jenis eksotik merupakan jenis yang memerlukan cahaya, maka awal rehabilitasi lahan alang-alang dapat dipakai jenis eksotik untuk menekan pertumbuhan Bunga Rampai Dukungan IPTEK Rehabilitasi Hutan dan Lahan dalam Pemulihan Fungsi Daerah Aliran Sungaialang-alang. Pada tahap ke dua, ketika alang-alang telah tertekan, maka jenis lokal dapat ditanam dan jenis eksotik dapat dipanen. Dengan demikian keuntungan ekologis dan ekonomis dapat 2000 menyatakan bahwa pengembangan jenis andalan setempat sangat disarankan dalam rehabilitasi lahan-lahan yang terdegradasi. Hal ini karena jenis andalan setempat merupakan jenis yang secara ekologis telah sesuai dengan kondisi daerah yang bersangkutan, secara ekonomis telah diketahui manfaatnya dan secara sosial lebih mudah diterima karena masyarakat telah mengenal jenis penentuan jenis tanaman untuk kegiatan rehabilitasi sedapat mungkin dihindari penggunaan hanya satu jenis tanaman dalam skala luas. Hal ini dilakukan untuk menghindari efek negatif secara ekologis dan lingkungan, seperti yang dijumpai pada pembangunan hutan tanaman monokultur skala besar. Selain menimbulkan penurunan keanekaragaman hayati, degradasi tanah, dan gangguan pertumbuhan, penerapan jenis monokultur memiliki stabilitas ekologi yang rendah Chu et al., 2019. Penggunaan beberapa jenis tanaman dalam kegiatan rehabilitasi lahan selain menghasilkan keragaman pada komposisi jenis, juga pada struktur tegakannya sehingga akan menghasilkan keseimbangan dalam proses intersepsi, aliran batang, inltrasi, dan evapotranspirasi Sun et al., 2018, yang pada akhirnya akan menekan terjadinya erosi Gholami, Sadeghi & Homaee, 2013. Hal ini dikuatkan oleh hasil penelitian Song et al., 2019 yang membandingkan pengaruh jumlah jenis pohon terhadap erosi, proses hidrologi, dan ecological services. Jumlah spesies yang digunakan yaitu 1 monokultur, 8, 16, dan 24. Hasil pengamatan plot erosi selama tiga tahun menunjukkan adanya penurunan erosi yang secara signikan dipengaruhi oleh peningkatan jumlah spesies yang digunakan. Peningkatan jumlah spesies mampu membentuk struktur kanopi yang berlapis karena perbedaan karakteristik pertumbuhan dan model tajuknya Yu, Wei, Chen, Feng & Stefani, 2019. Selain itu Bunga Rampai Dukungan IPTEK Rehabilitasi Hutan dan Lahan dalam Pemulihan Fungsi Daerah Aliran Sungaikeanekaragaman jenis berpengaruh positif terhadap pembentukan kerak tanah biologis. Peningkatan komposisi dan struktur tegakan pohon juga berpengaruh terhadap peningkatan keragaman tumbuhan bawahnya, serta seresah yang dihasilkan Wang, Wang & Huang, 2008.Selain vegetasi tingkat pohon, tumbuhan bawah dan seresah di lantai hutan juga berperan dalam menginltrasikan air hujan sehingga menekan runo terutama saat fase awal kejadian hujan Lacombe et al., 2018; Abrantes, Prats, Keizer & Lima, 2018. Mekanisme ini terjadi karena pengaruh perubahan karakteristik hidrologis tanah Owuor et al., 2018. Penelitian Chu et al. 2019 yang melakukan pengkayaan jenis terhadap tanaman monokultur ekaliptus menunjukkan signikansi adanya penurunan aliran permukaan hingga 43% dan erosi hingga 54% selama 12 tahun pengamatan. Selain itu pengkayaan jenis juga menekan kehilangan unsur N dan P pada tanah berturut-turut hingga 60% dan 64%.Peran Vegetasi dalam Ekosistem Daerah Aliran SungaiSalah satu komponen penting dalam ekosistem daerah aliran sungai DAS adalah vegetasi. Vegetasi merupakan sekumpulan masyarakat tumbuhan yang hidup dalam suatu lingkungan tertentu dan saling berinteraksi Gem, 1996. Vegetasi sangat menentukan kemampuan tanah dalam menahan air Wang, Wang & Huang, 2013, semakin rapat penutupan vegetasi maka semakin kuat tanah dalam mencegah longsor dan erosi Maridi, Marjono, Alanindra & Putri, 2014. Dalam upaya konservasi tanah dan air, vegetasi berperan sangat penting terutama pada sistem perakaran, bentuk daun dan batang serta bentuk perakaran merupakan komponen kunci dari ekosistem hutan, karena akar berfungsi antara lain dalam penyerapan air dan unsur hara, menstabilkan tanah, sumber nutrien dan karbohidrat dan fungsi lain dalam peredaran Bunga Rampai Dukungan IPTEK Rehabilitasi Hutan dan Lahan dalam Pemulihan Fungsi Daerah Aliran SungaiC dan nutrisi lainnya ke dalam tumbuhan yang bersangkutan Brunner & Godbold, 2007. Akar tumbuhan berperan sebagai pemantap agregat, dan memperbesar porositas tanah. Disamping itu akar dapat memperkuat massa tanah sehingga daya geser tanah menjadi lebih kecil Rahim, 2003. Dengan demikian semakin kuat perakaran, semakin tinggi kemampuan tanah tersebut untuk meneruskan air ke lapisan tanah bawah dan semakin kuat tanah terhadap perusakan oleh air faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya erosi dan limpasan permukaan, kondisi tutupan vegetasi dan seresah di permukaan tanah memiliki pengaruh yang signikan dalam menahan momentum tetesan air hujan ke permukaan tanah Kateb, Zhang, Zhang & Mosandl, 2013. Daun dan batang pohon mencegah energi perusak dari hujan, karena air hujan yang turun tidak langsung menghantam permukaan tanah, namun akan jatuh ke daun dan batang melalui aliran batang stemow. Disamping itu bentuk kanopi akan berpengaruh terhadap jatuhnya air hujan. Semakin rapat kanopi semakin sulit air hujan turun ke atas permukaan tanah. Menurut Soemarwoto 1983, selain berfungsi menghalangi pukulan langsung air hujan ke permukaan tanah, vegetasi penutup lahan juga menambah kandungan bahan organik tanah yang meningkatkan resistensi terhadap erosi. Selanjutnya, menurut Hardjowigeno 1987, pencegahan erosi dapat berlangsung secara efektif apabila paling sedikit 70 % permukaan lahan tertutup oleh rehabilitasi lahan akan efektif menekan erosi dan limpasan permukaan berturut-turut hingga 64% dan 72% saat tegakan pohon berumur dewasa, sedangkan saat masih muda efektitasnya lebih baik bila permukaan tanah juga tertutup oleh vegetasi rumput dan semak Sun et al. 2018. Pada kondisi tertentu, meskipun vegetasi rumput efektif mengendalikan erosi, namun limpasan permukaan yang dihasilkan masih relatif tinggi Bonnesoeur et al., 2019. Rehabilitasi lahan terdegradasi melalui kegiatan Bunga Rampai Dukungan IPTEK Rehabilitasi Hutan dan Lahan dalam Pemulihan Fungsi Daerah Aliran Sungaipenanaman, secara bertahap akan berimplikasi positif dalam mengembalikan fungsi-fungsi ekosistem yang sangat vital untuk mendukung kesejahteraan masyarakat. Fungsi ekosistem paling penting adalah proses inltrasi yang merupakan interaksi pohon, tanah, dan air. Selain itu, inltrasi merupakan faktor pengendali erosi dan limpasan, kelembaban tanah, dan cadangan air tanah Gageler et al., 2014.Penanaman pohon pada bekas lahan pertanian mampu meningkatkan inltrasi 1,6 sampai 9 kali lipat. Inltrasi terendah terjadi saat pohon baru ditanam Lozano-Baez et al., 2019, sedangkan pada lahan yang tertutup rumput peningkatan inltrasi hingga delapan kali lipat terjadi setelah pohon berusia 14 sampai 20 tahun. Namun demikian, inltrasi pada lahan yang direhabilitasi ini masih lebih rendah hingga tiga kalinya dibandingkan kapasitas inltrasi pada hutan alam Lozano-Baez et al., 2019; Bonnesoeur et al., 2019.Peningkatan inltrasi pada lahan yang direhabilitasi akan mampu mengendalikan debit puncak aliran sungai, sehingga berperan sebagai pengendali banjir. Namun demikian efektitasnya akan menurun seiring makin tingginya intensitas curah hujan yang terjadi, misalnya pada curah hujan kala ulang lebih dari 10 tahun. Meskipun tutupan hutan alam pada tiap tahunnya menghasilkan total volume air lebih rendah dibandingkan pada hutan tanaman, padang rumput, atau lahan terbuka namun di saat musim kemarau tutupan ini mampu menyuplai aliran air dasar base ow dengan debit lebih besar dibandingkan pada tutupan lahan lainnya Bonnesoeur et al., 2019. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa rehabilitasi lahan yang berhasil, baik pada skala plot atau DAS akan mampu mengembalikan tingkat erosi mendekati kondisi alaminya. Pada kondisi ini, secara statistik penurunan tingkat sedimentasi mengikuti kecenderungan trend eksponensial, dengan kata lain penambahan sedikit tutupan vegetasi Bunga Rampai Dukungan IPTEK Rehabilitasi Hutan dan Lahan dalam Pemulihan Fungsi Daerah Aliran Sungaipada suatu hamparan lahan akan mampu menekan erosi secara signikan Bonnesoeur et al., 2019. Dengan demikian vegetasi sebagai komponen DAS mempunyai peran yang penting dalam upaya konservasi tanah dan Pemilihan jenis pohon yang akan dikembangkan, harus disesuaikan tujuan penanaman, kemampuan jenis yang akan dikembangkan dan persyaratan tempat tumbuhnya. Jenis tanaman lokal yang termasuk dalam jenis andalan setempat lebih diutamakan untuk dipilih karena memiliki keunggulan dari aspek ekologi, ekonomi, dan sosial. Dalam kondisi tertentu, tidak menutup kemungkinan dilakukan introduksi jenis eksotik dengan tetap mengantisipasi permasalahan yang dapat ditimbulkan. Peningkatan peran vegetasi dalam ekosistem DAS dapat dioptimalkan melalui penggunaan beberapa jenis tanaman non monokultur untuk kegiatan rehabilitasi lahan. Selain dapat meningkatkan keanekaragaman hayati, keragaman pada struktur tajuk dan perakaran tanaman akan berpengaruh positif terhadap penurunan erosi dan limpasan permukaan, sehingga mendukung pemulihan ekosistem DAS. Bunga Rampai Dukungan IPTEK Rehabilitasi Hutan dan Lahan dalam Pemulihan Fungsi Daerah Aliran SungaiDaftar PustakaAbrantes, Prats, Keizer, & de Lima, 2018. Eectiveness of the application of rice straw mulching strips in reducing runo and soil loss laboratory soil ume experiments under simulated rainfall. Soil Till. Res., 180 238-249. doi F. 2009. Evaluasi tingkat keberhasilan revegetasi lahan bekas tambang nikel di PT INCO Tbk, Sorowako, Sulawesi Selatan. Bogor Institut Pertanian Rey, Meli, P., & Maceira, 2015. Quantifying the impacts of ecological restoration on biodiversity and ecosystem services in agroecosystems a global meta-analysis. Agric. Ecosyst. Environ,. 202 223–231. doi R., N. Mindawati., dan 2004. Pemilihan jenis potensial untuk konservasi lahan terdegradasi. Prosiding Ekspose Hasil-hasil Penelitian Pemanfaatan Jasa Hutan dan Non Kayu Berbasis Masyarakat sebagai Solusi Peningkatan Produktivitas dan Pelestarian Hutan. Bogor Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Locatelli, B., Guariguata, MR., Ochoa-Tocachi, BF., Vanacker, V., Mau, Z., et al., 2019. Impacts of forests and forestation on hydrological services in the Andes A systematic review. Forest Ecology and Management, 433 569–584. doi Brunner, I. & Godbold, 2007. Tree roots in a changing world. J. For. Res., 1278–82. doi Bunga Rampai Dukungan IPTEK Rehabilitasi Hutan dan Lahan dalam Pemulihan Fungsi Daerah Aliran SungaiBudowski, G. 1984. Biological Diversity and Forestation in e Tropics. In Wiersum, ed.. Strategies and Designs for Aorestation, Reforestation dan Tree Planting. Proceedings of an International Symposium on e Occasion of 100 Years of Forestry Education and Research in the Netherlands. Wageningen S., Ouyang, J., Liao, D., Zhou, Y., Liu, S., Shen, D., . . . Zeng, S., 2019. Eects of enriched planting of native tree species on surface water ow, sediment, and nutrient losses in a Eucalyptus plantation forest in southern China. Science of the Total Environment, 675 224-234. doi 2012. Reklamasi Lahan Bekas Tambang Batu Gamping di Gunung Sidowayah Desa Bedoyo Kecamatan Pojong Kabupaten Gunung Kidul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta Kementrian ESDMEvans, J. 1992. Plantation Forestry in the Tropics. Oxford Claderon PressFiloso, S., Bezerra, Weiss, Palmer, 2017. Impacts of forest restoration on water yield a systematic review. Plos One, 12183-210. doi R., Bonner, M., Kirchhof, G., Amos, M., Robinson, N., Schmidt, S., Shoo, 2014. Early response of soil properties and function to riparian rainforest restoration. PLoS One, 9104-198. doi C. 1996. Kamus Saku Biologi. Jakarta ErlanggaGholami, L., Sadeghi, Homaee, M. 2013. Straw mulching eect on splash erosion, runo, and sediment yield from eroded plots. Soil Sci. Soc. Am. J., 771268-278. doi Bunga Rampai Dukungan IPTEK Rehabilitasi Hutan dan Lahan dalam Pemulihan Fungsi Daerah Aliran SungaiGintings, Siregar, Masano, Hendromono, Mile, & Ace, H. 1996. Pedoman Pemilihan Jenis Pohon untuk Hutan Tanaman dan Kesesuaian Lahan. Jakarta Badan Penelitian dan Pengembangan KehutananKateb, Zhang, H., Zhang, P. & Mosandl, R. 2013. Soil erosion and surface runo on dierent vegetation covers and slope gradients a eld experiment in Southern Shaanxi Province, China. Catena, 105 1–10. doi Kehutanan. 2014. Statistik Kementerian Kehutanan Tahun 2013. Jakarta Kementerian Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2015. Statistik Kementerian Kehutanan Tahun 2014. Jakarta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kepala Biro Humas, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2018. KLHK Tingkatkan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Sepuluh Kali Lipat di 2019. Diakses pada 5 Pebruari 2020, dari browse/1723Lacombe, G., Valentin, C., Sounyafong, P., de Rouw, A., Soulileuth, B., Silvera, N., . . . Ribolzi, O., 2018. Linking crop structure, throughfall, soil surface conditions, runo and soil detachment 10 land uses analyzed in northern Laos. Sci. Total Environ, 616-617 1330-1338. doi Cooper, M., Meli, P., Ferraz, Rodrigues, & Sauer, 2019. Land restoration by tree planting in the tropics and subtropics improves soil inltration, but some critical gaps still hinder conclusive results. Forest Ecology and Management, 44489–95. doi Bunga Rampai Dukungan IPTEK Rehabilitasi Hutan dan Lahan dalam Pemulihan Fungsi Daerah Aliran SungaiMaridi, Marjono, Alanindra & Putri, 2004. Identication of vegetation diversity for keeping the quality of slope around Dengkeng Watershed in Klaten, Central Jawa. Proceeding the 4th Annual Basic Science Internasional Conference in Conjuction with the 5th Internasional Conference of Global Resource Conservation. Malang FMIPA Universitas BrawijayaMaria, R., Lestiana, H. & Mulyono, A. 2012. Upaya konservasi tanah dan air dengan agroforestri di Subang Selatan. Prosiding Pemaparan Hasil Penelitian Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI – 2012. Bandung Puslit Geoteknologi LIPIOwuor, Butterbach-Bahl, K., Guzha, Jacobs, S., Merbold, L., Runo, . . . Breuer, L., 2018. Conversion of natural forest results in a signicant degradation of soil hydraulic properties in the highlands of Kenya. Soil Till. Res. 17636-44. doi L., Sudiyanto, A. & Nusanto, G. 2015. Rencana Reklamasi Pada Lahan Bekas Penambangan Tanah Liat di Kuari Tlogowaru PT. SEMEN Indonesia Persero Tbk, Pabrik Tuban, Jawa Timur. Jurnal Teknologi Pertambangan, 11 Pratiwi & Lust, N. 1993. Some experiences with reaorestation of alang-alang Imperata cylindrica L. grassland in Indonesia. Silva Gandavensis, 581-27Pratiwi. 1996. Deforestation and reforestation policy in tropical regions, with special reference to Indonesia. PhD esis in Land and Forest Management. University of Ghent, BelgiumPratiwi. 2000. Jenis-jenis Pohon Andalan Setempat di Pulau Jawa dan Sumatera Bagian Selatan. Sebaran dan Beberapa Data Dasarnya. Info Hutan, 123 Bunga Rampai Dukungan IPTEK Rehabilitasi Hutan dan Lahan dalam Pemulihan Fungsi Daerah Aliran SungaiPratiwi, Kalima, T. & Pradjadinata, S. 2004. Peta Perwilayahan Jenis Andalan Setempat untuk Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Pulau Sumatera. Bogor Pusat Litbang Hutan dan Konservasi 2006. Rehabilitasi Lahan Kritis di Wilayah Nusa Tenggara Timur. Prosiding Sosialisasi Hasil Litbang Kepada Pengguna. Bogor Pusat Litbang Hutan dan Konservasi AlamPratiwi, Narendra, Iskandar & Ridwan. 2014. Teknik rehabilitasi lahan hutan bekas tambang Timah, di pulau Bangka Laporan Tahunan. Bogor Pusat Penelitian Konservasi dan 2003. Pengendalian erosi tanah dalam rangka pelestarian lingkungan hidup. Jakarta Bumi aksaraRayadin, Y., Boer, C., Soetedjo, Suba, Syoim, M., Rochmadi, S., Abadi, F., 2010. Identikasi dan Inventarisasi Potensi Keanekaragaman Hayati KEHATI di Kawasan Pertambangan PT Jembayan Muara Bara. Samarinda Pusat Penelitian Hutan Tropis PPHT Universitas Mulawarman dan PT Jembayan Muara BaraSetyowati, Amala, & Aini, 2017. Studi pemilihan tanaman revegetasi untuk keberhasilan reklamasi lahan bekas tambang. Al-Ard Jurnal Teknik Lingkungan, 31 O. 1983. Ekologi Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Jakarta Jambatan PressSong, Z., Seitz, S., Li, J., Goebes, P., Schmidt, K., Kuhn, P., . . . Scholten, T., 2019. Tree diversity reduced soil erosion by aecting tree canopy and biological soil crust development in a subtropical forest experiment. Forest Ecology and Management, 44469–77. doi D., Zhang, W., Lin, Y., Liu, Z., Shen, W., Zhou, L., . . . Fu, S., 2018. Soil erosion and water retention varies with plantation type and age. Forest Ecol. Manag. 422 1-10. doi Bunga Rampai Dukungan IPTEK Rehabilitasi Hutan dan Lahan dalam Pemulihan Fungsi Daerah Aliran SungaiSuprapto, 2007. Tinjauan reklamasi lahan bekas tambang dan aspek konservasi bahan galian. Bandung Pusat Sumber Daya A., Suryanto, Sugiharto, S. & Maharani, R. 2010. Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara Revegetasi Lahan Bekas Tambang Batubara. Samarinda Balai Penelitian dan Pengembangan & Yulius, F. 2011. Revegetasi Lahan Bekas Tambang Timah dengan Tanaman Karet Hevea brasilliensis. Bogor Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman C., Chuan, Zhong, Yangg, W., Huanhua, P. 2013. Eect of vegetation changes using spectral mixure analisis from multitemporal data of landsat-TM and ETM. Journal of Infrastructure and Built Environmental, 1211-21Yu, Y., Wei, W., Chen, L., Feng, T., & Stefani, D. 2019. Quantifying the eects of precipitation, vegetation, and land preparation techniques on runo and soil erosion in a Loess watershed of China. Science of the Total Environment, 652 755–764. doi D., Atmolo, & Siswo. 2016. Pohon Sahabat Air. Solo Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Wang, Q., Wang, S., and Huang, Y. 2008. Comparisons of litterfall, litter decomposition and nutrient return in a monoculture Cunninghamia lanceolata and a mixed stand in southern China. Forest Ecol. Manag. 255 1210-1218. doi van Wyk, G. & Stahl, P. 1987. Growing Exotic Forests. New York John Wiley and Sons. Bab X EpilogPratiwiPusat Penelitian dan Pengembangan HutanJl Gunung Batu No. 5 Po Box 165 Bogor 16610 Jawa Barat, Indonesia;E-mail aliran sungai DAS memiliki fungsi yang sangat penting, dari mulai bagian hulu, tengah hingga hilir. Fungsi ini perlu dipertahankan agar kehidupan menjadi lestari. Hutan sebagai bagian dari ekosistem DAS, bersama komponen lainnya membentuk ekosistem yang kokoh yang menunjang kehidupan yang ada di dalamnya. Namun demikian dengan adanya pertambahan jumlah penduduk dan pembangunan ekonomi, menyebabkan meningkatnya kebutuhan lahan untuk pertanian, permukiman, pertambangan, infrastruktur dan sebagainya. Kondisi ini antara lain yang menyebabkan tidak dapat dihindarinya alih fungsi lahan hutan menjadi penggunaan alih fungsi lahan hutan menjadi penggunaan lain tanpa memperhatikan aspek konservasi tanah telah menyebabkan meningkatnya hutan dan lahan terdegradasi di dalam DAS. Berbagai upaya pemulihan sangat diperlukan guna meningkatkan produktitas lahan dan mengembalikan fungsi hidroorologisnya. Dalam melakukan upaya pemulihan tersebut, diperlukan dukungan IPTEK dan peran serta masyarakat agar upaya yang dilakukan dapat mencapai sasaran yang diharapkan. Bunga Rampai Dukungan IPTEK Rehabilitasi Hutan dan Lahan dalam Pemulihan Fungsi Daerah Aliran Sungai168Beberapa IPTEK yang diperlukan dalam rehabilitasi hutan dan lahan terdegradasi telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya antara lain perbaikan kondisi tanah pemupukan dan pemanfaatan bahan organik, pemilihan jenis yang sesuai baik secara ekologis, ekonomis maupun sosial, peningkatan mutu bibit melalui berbagai perlakuan seperti pemanfaatan mikoriza, penerapan teknik konservasi tanah dan air serta pemeliharaan yang intensif. Pilihan teknologi yang akan diterapkan harus esien dan efektif dalam meningkatkan produktivitas lahan sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat dan terpulihkannya kondisi ekosistem. Dengan keberhasilan ini, diharapkan tercapai luas dan sebaran tutupan lahan hutan yang optimal. Dalam kerangka pengelolaan DAS, proporsi tutupan lahan yang optimal harus dipertahankan sesuai perencanaan tata ruang yang telah ditetapkan. Konversi tutupan lahan terutama pada lahan dengan fungsi lindung hendaknya dapat dikendalikan, terutama pada daerah hulu DAS yang berperan vital dalam pengaturan tata air yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas air yang dihasilkan. ... Beberapa bentuk upaya perlindungan yang dapat dilakukan yaitu pertama dapat dilakukan dengan mengadakan kegiatan konservasi melalui kegiatan penanaman areal-areal kosong terutama pada daerah tangkapan air DTA untuk meningkatkan luas tutupan lahan di kawasan HLSW. Daerah tangkapan air tersebut perlu direboisasi atau pengayaan dengan menggunakan jenis tanaman yang dapat menjaga keberadaan sumber air seperti pohon Aren, Gayam, Kedawung, Trembesi, Beringin, Elo, Preh, Bulu, Benda, Kepuh, Randu, Jambu Air, Jambu Alas, Bambu, atau Picung, agar air dapat terjaga ketersediaannya sepanjang tahun Pratiwi et al. 2020;Yuliantoro et al. 2016. Kedua, memperbaiki pola tanam masyarakat HKm di blok pemanfaatan, serta mengurangi penggunaan pupuk kimia serta penggunaan pestisida. ...The increase in population every year and the relatively high economic growth in Balikpapan City have had a negative impact on the environment related to the use of water resources. Human activities in the protected forest areas have caused degradation and deforestation of protected forest areas resulting in the three rivers currently unable to meet water needs during the dry season. This study aims to assess the feasibility of river water in the Sungai Wain protected forest in terms of quantity and quality as an effort to provide alternative sources of raw water for the development of urban facilities. Analysis of water samples was carried out at the Regional Health Laboratory, Balikpapan City Health Office. The results showed that the Wain river water discharge was m3/s, the Bugis river was m3/s, while the Sengkuang river was m3/s. The physical quality of water from the three rivers meets the standards of environmental health quality standards. The chemical quality of water indicates the pH and iron parameters do not meet environmental health quality standards. The biological quality of water indicates the total number of coliform in Bugis river is 920; Wain River 350, and Sengkuang River 350. The results of analysis of Escherecia coli bacteria showed that the content of Escherecia coli bacteria exceeded the maximum allowed amount. The results of this research can be taken into consideration for the Balikpapan city government to plan the development of river water utilization in the Sungai Wain protected forest Pratiwi; Narendra, Siregar, Turjaman, M.; Hidayat, A.; Rachmat, Mulyanto, B.; Suwardi; Iskandar; Maharani, R.; et al. Sabtanto Joko SupraptoMasalah utama yang timbul pada wilayah bekas tambang adalah perubahan lingkungan. Perubahan kimiawi terutama berdampak terhadap air tanah dan air permukaan, berlanjut secara fisik perubahan morfologi dan topografi lahan. Lebih jauh lagi adalah perubahan iklim mikro yang disebabkan perubahan kecepatan angin, gangguan habitat biologi berupa flora dan fauna, serta penurunan produktivitas tanah dengan akibat menjadi tandus atau gundul. Mengacu kepada perubahan tersebut perlu dilakukan upaya reklamasi. Selain bertujuan untuk mencegah erosi atau mengurangi kecepatan aliran air limpasan, reklamasi dilakukan untuk menjaga lahan agar tidak labil dan lebih produktif. Akhirnya reklamasi diharapkan menghasilkan nilai tambah bagi lingkungan dan menciptakan keadaan yang jauh lebih baik dibandingkan dengan keadaan Andean countries have planned to restore forest cover in degraded land to enhance the provision of multiple ecosystem services in response to international commitments such as the Bonn Challenge. Hydrological services, water supply, hydrological regulation and erosion mitigation, are particularly important to sustain the life of more than fifty million Andean people. While rapid and important forest cover changes have occurred during recent decades, critical information on the impact of forestation on hydrological services has not yet been synthesized in the context of Andean ecosystems. We define forestation as the establishment of forest by plantation or natural regeneration on areas that either had forest in the past or not. To help improve decision-making on forestation in the Andes, we reviewed the available literature concerning the impacts of forestation on water supply, hydrological regulation and mitigation of erosion and landslides. We also examined available data on the most relevant hydrological processes such as infiltration, evapotranspiration and runoff in forest stands. Hydrological services from native forests were also included as a reference state for comparing processes and services provided by forestation. Following systematic review protocols, we synthesized 155 studies using different methods, including meta-analyses and meta-regressions. Results show that forestation has had clear impacts on degraded soils, through reducing water erosion of soils and risk of moderate floods, increasing soil infiltration rate by 8 and topsoil organic matter SOM. We found that 20 years of tree plantation was sufficient to recover infiltration rate and sediment yield close to the levels of native forests whereas SOM, soil water storage and surface runoff of native forests could not be recovered by forestation in the time scales examined. The benefits in terms of hydrological regulation are at the expense of a reduction in total water supply since forest cover was associated with higher water use in most Andean regions. Forestation with native species was underrepresented in the reviewed studies. The impact of forestation on landslides has also been largely overlooked in the Andes. At high elevations, exotic tree plantations on Andean grasslands páramo and puna had the most detrimental consequences since these grasslands showed an excellent capacity for hydrological regulation and erosion mitigation but also a water yield up to 40% higher than tree plantations. People engaged in forest restoration initiative should be aware that hydrological services may take some time for society and the environment to show clear benefits after contribution of the mining sector to forest destruction in Indonesia reaches 10% and now drove to 2 million ha every year. To overcome this problem, it is necessary to reclaim the former mining area. One of the determinants of the success of reclamation is plant’s selection, in accordance with the condition of the land. In this case for revegetation activities need to pay attention between plant’s selectionspecies and plant growth requirements with the condition of the land, so that the reclamation success criteria can be achieved. This research uses descriptive analysis method, this method is done by describing the facts which followed byanalysis and provide sufficient understanding and explanation. Techniques of data collection using comparative analysis method by comparing various journals and other literature. Criteria for selection of tree species for ex-mining land can be seen from1 local species of pioneer, 2 fast growing but not in high cost, 3 produces litter that easy to decompose, 4 good root system and able to do reciprocal relationship with certain microba, 5 seed carrier, 6 easy and cheap in propagation, planting and maintenance. The success of revegetation depends on several things such as preparation of planting, crop, plant maintenance and plant monitoring. Keywords mining, reclamation, plant, revegetationAbstract The use of mulch as a management tool has shown one of the highest effectiveness/cost ratios for improving agricultural soil fertility, crop productivity, soil restoration in badlands and post-fire soil erosion mitigation. Some researchers have suggested that mulching costs can be reduced by applying it in strips rather than over the entire area. However, the implications of strip-wise mulching on the effectiveness to reduce soil erosion are poorly known. This study aimed to evaluate, in laboratory experiments, the effectiveness of strip-wise mulching with rice straw in reducing runoff and soil loss for a highly erodible sandy loam soil at a steep slope of 40%. Six mulching application schemes were compared against a bare soil. The six schemes combined two surface cover rates of 50 and 70% and three spatial patterns mulch over the entire flume length and two strips of 1/3 and 2/3 of the flume length, both located at the bottom part of the flume. The runoff-erosion experiments involved the simulation of a sequence of three rainfall events, the latter one combining the application of concentrated flow from upslope of the soil flume. Overall, mulching was more effective in reducing soil loss than runoff 50 vs. 25% and was significantly more effective during the first rainfall event than during the following two events 83 v. 16% for runoff and 92 vs. 53% for soil loss. During the third event, mulching effectiveness dropped significantly with increasing rates of upslope concentrated flow. Overall, mulching was more effective when applied over the entire flume length than over the 1/3 and 2/3 flume’s length strips, both in terms of runoff 24 vs. 21 and 13% at 50% soil cover and 41 vs. 33 and 16% at 70% soil cover and of soil loss 44 vs. 50 and 33% at 50% soil cover and 71 vs. 60 and 39% at 70% soil cover. Even so, these differences were not significant. Therefore, strip-wise mulching can be an effective approach to substantially reduce costs or to maximize the area that can be treated. Its main disadvantage may be that it does not avoid runoff generation and associated transport process in the slope areas where no mulch is is one of the most important hydrological processes in ecosystems, having important influence on soil erosion control and runoff, soil moisture content and groundwater recharge. This is particularly important considering the recent growing number of restoration initiatives worldwide encouraging forest cover expansion, mainly by tree planting. Here, we conducted a systematic review of scientific literature reporting infiltration measurements in forests restored by tree planting in the tropics and subtropics. We found 11 studies representing 67 data comparisons in eight countries. Overall results indicate that infiltration increases but is not fully recovered to reference conditions in forests restored by tree planting. Recovery of infiltration varied depending on land-use, soil texture and restoration age. Recovery of infiltration was higher for cultivated than for pastures and bare soils. Clayey soils had higher infiltration recovery than sandy soils. Our findings identified some knowledge gaps that should be addressed to improve our understanding of when and why tree planting to restore forests may promote the recovery of infiltration in tropical and subtropical soils. First, information about recovery of infiltration capacities when using tree planting for forest restoration results are scarce. Second, infiltration in restored forests should be monitored over time, including long-term studies and measurements on water movement through the soil profile and evaluating potential interactions between infiltration and soil attributes. Details on the effects that different forest restoration techniques soil preparation, tree species diversity and densities could have on infiltration is virtually unknown. Information on the influence of disturbance level on infiltration prior to tree planting is also severely combination of land preparation techniques and vegetation could be an effective way to combat soil degradation on vulnerable, steep slopes. Because of the scale of re-vegetation and man-made micro-topographies in regions of hillies and gullies, quantifying the effects of land preparation techniques, precipitation, and vegetation on runoff and soil erosion remains challenging, particularly in semi-arid areas. This study investigated the runoff and erosion characteristics associated with different land preparation techniques level bench, level ditch, fish-scale pits and adverse-grade tableland in combination with different tree species Caragana microphylla, Pinus tabulaeformis, Armeniaca sibirica, Platycladus orientalis using network and redundancy analyses RDA. Network analysis was used to identify the factors rainfall features, vegetation types, and land preparation techniques influential in surface runoff and erosion, while RDA was used to focus on the relations between surface runoff, soil erosion, and all of the influencing factors. Our results suggested that land preparation technique could reduce runoff generation on steep slopes, a key process that affects soil loss, although the extent was affected largely by the influence of the combination of the design of the engineering structure and the shape of the vegetation canopy. Our study indicated that Network analysis and RDA are practical methods to quantify the interactions and co-dependencies between rainfall features and other critical factors vegetation type and ecological engineering on runoff and soil loss that were difficult to assess previously using classical regression.

tabel pohon pohon bernilai ekonomis di indonesia